Sabtu, 14 April 2012

filsafat pendidikan pendidikan islam

MAKALAH
(Filsafat Pendidikan Islam)
Pengertian, Ruang Lingkup, Kegunaan, Metode Pengembangan Dan Ulasan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Abad Pertengahan.
(Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.)

Dosen Pengampui: Dr. H. Sofyan M Sholeh. M.ag




DISUSUN OLEH:

HABIBI ANTONIUS    (1111020031)

IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PBA
TAHUN 2011

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan ma’una Nya kepada kami sehingga dengan bekal kemampuan yang ada pada kami, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Pengertian, Ruang Lingkup, Kegunaan, Metode Pengembangan Dan Ulasan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Abad Pertengahan.
Makalah ini kami suguhkan kepada semua pembaca yang ingin mengetahui tentang filsafat pendidikan islam. Paling tidak makalah ini akan menjadi ilmu baru bagi para pembaca. Walaupun makalah ini belum sempurna tapi kami akan berusaha memperbaikinya pada makalah yang akan datang. Semoga saja makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin ..
Kepada Allah kami bermohon semoga tetaplah tercurahkan ‘inayat-Nya dan memberikan taufiq-Nya kepada kami dan para pembaca.



Bandar Lampung, 14 April  2012
 Penyusun..


BAB I
PENDAHULUAN

Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu:
1.    Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar.
2.    Ada pendidik, pembimbing atau penolong.
3.    Ada yang di didik atau si terdidik.
4.    Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan.
5.    Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan komperensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
 Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1.    Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2.    Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3.    Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.
Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1.    Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2.    Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3.    Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
4.    Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam.
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Masalah- masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. (Muzayyin Arifin).


C. Manfaat Filsafat Pendidikan Islam.
1.    untuk membantu para perancang pendidikan dan pelaksanaan pendidikan
2.    Menjadi asas terbaik untuk penilaian pendidikan (menyeluruh)
3.    Membantu dalam memberikan pendekatan pendidikan bagi fakta spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik
D. Tugas Filsafat Pendidikan Islam.
1.    Memberikan landasan dan arahan terhadap proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan Islam.
2.    Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan
3.    Melakukan evaluasi terhadap metode yang digunakan dalam proses pendidikan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam.
1.    Bahan tertulis, Qur’an, Hadits, pendapat ulama, para filosof bahan pengalaman (Empirik) dalam praktek pendidikan.
2.    Metode pencarian bahan tertulis, melalui perpustakaan, laporan khusus Qur’an dan hadits, digunakan jasa Ensliklopedi al-Qur’an, seperti:
    Al- Mu’jam al-Mufaros lil affadz alQur’an al Karim (Muhammad Fuad abdullah albakhi) dan
    Mu’jal Mufaros lil alfadz al hadits.
3.    Metode pembahasan Muzayyin Arifin.
Mengajukan alternatif metode analisi dan sintesis yaitu:
•    Metode yang berdasarkan rasional, logis, terhadap sasaran pendidikan secara induktif deduktif dan analisi ilmuwan.
•    Induktif (cara berfikir yang menganalisa fakta khusus se;lanjutnya disimpulkan secara umum. Contoh: Thales yaitu menyimpulkan bahwa segala yang ada ini berasal dari air.
•    Deduktif yaitu berfikir menggunakan premis-premis (minor dan mayor) dari kata yang umum menuju khusus.
•    Pendekatan yang digunakan untuk membahas teori-teori keilmuan tertentu  yang dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu.
•    Pendekatan ini lebih merupakan pisau yang digunakan dalam analisa.
•    Ia selalu menggunakan ilmu yang sebagai alat untuk menganalisa masalah-masalah yang dihadapinya.

F. Visi Pendidikan Islam.
•    membangun sebuah kehidupan yang patuh dan tunduk kepada Allah.
•    MISI:
a.    Hak untuk hidup ( anNabs/ alHaya’)
b.    Hak beragama (ad-Din)
c.    Hak berfikir (al Aqli)
d.    Hak memperoleh keturunan
e.    Hak memperoleh harta benda
•    Sifat pendidikan islam:
a.    Terbuka (QS. Al Baqarah: 177)
b.    Fleksibel (al Islam Shalihu Likuli Zaman Wa Makan)
c.    Seimbang (tawazun al Baqarah :143)
d.    Rabbani (nilai-nilai Qur’ani tidak hedoistik dan tidak sekularisme)
e.    Demokratis
•    Tujuan pendidikan Islam
a.    tujuan umum (akhir)
b.    tujuan akhir (penyebaran dari tujuan umum)
c.    tujuan bidang pembinaan (tujuan dari bidang aspek akal)
d.    tujuan setiap bidang studi
e.    tujuan setiap pokok bahasan
f.    tujuan  setiap sub studi
•    Ahmad D Marimba membagi 4 fungsi tujuan pendidikan:
a.    Akhir usaha
b.    Mengarahkan usaha / kegiatan
c.    Pangkal tolak, starting poin, untuk capaian.
d.    Mampu akomodasikan 3 fungsi agama:
    Spiritual
    Psikologi
    Sosial
G. Perkembangan Pendidikan Islam Pada Abad Pertengahan
Kita dapat membedakan empat tahap pendidikan Islam pada masa perkembangan, yaitu:
Tahap Pertama, yaitu tahap pembentukan:
Tahap ini bermula sejak awal Islam hingga berakhirnya Daulah Umayyah. Tanda-tanda pendidikan Islam paling terkenal pada masa ini adalah:
1.    Pendidikan Arab merupakan pendidikan murni Islam
2.    Tujuan pendidikan adalah mendasari sendi-sendi agama baru
3.    Berdasar pada ilmu-ilmu yang ditransfer dari warisan dan linguistik
4.    Lebih memperhatikan kata-kata tertulis sebagai media untuk mengkaji
5.    Menghilangkan beberapa bidang dalam belajar bahasa non Arab
6.    Lebih menggunakan buku, masjid dan perpustakaan sebagai markas-markas pendidikan.
Tahap kedua: Tahap Masa Keemasan
Tahap ini bermula pada masa Abbasiyah hingga hancurnya Abbasiyah dan jatuhnya Baghdad. Ciri paling utama pendidikan Islam pada masa ini adalah:
1.    Masuknya ilmu-ilmu filsafat
2.    Dibangunnya berbagai sekolah
3.    Muncul berbagai pendapat pendidikan yang berbeda-beda
Tahap Ketiga: Tahap kemunduran dan Kelemahan
Periode ini bermula sejak dimulainya kekuasaan Turki Utsmani hingga kemerdekaan Arab. Ciri utama pendidikan Islam pada periode ini adalah:
1.    Terdapat kejumudan pemikiran Islam
2.    Kembali kepada keterbatasan ilmu-ilmu yang bersumber dari menukil
3.    Kejumudan lembaga-lembaga pendidikan
4.    Dominasi kebudayaan Turki
5.    Kebudayaan mengacu pada budaya minoritas bukan pada Islam
6.    Masuknya pengaruh-pengaruh pendidikan Barat
Tahap Keempat: Tahap Pembaruan dan Penyusunan Kembali
Periode ini memuat beberapa tahap, berawal dari kemerdekaan negara-negara Arab dari pemerintahan Turki hingga masa modern. Ciri utama pendidikan pada masa ini adalah:
1.    Mengambil sistem pendidikan barat
2.    Menggunakan ilmu-ilmu rasional/filsafat dan modern
3.    Maraknya budaya barat
4.    Adanya upaya mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan dari tradisional menjadi modern

BAB III
KESIMPULAN
    Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
    Ruang lingkup FPI : Masalah- masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. (Muzayyin Arifin).
    Manfaat Filsafat Pendidikan Islam.
1.    untuk membantu para perancang pendidikan dan pelaksanaan pendidikan
2.    Menjadi asas terbaik untuk penilaian pendidikan (menyeluruh)
3.    Membantu dalam memberikan pendekatan pendidikan bagi fakta spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik
    Tugas Filsafat Pendidikan Islam.
1.    Memberikan landasan dan arahan terhadap proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan Islam.
2.    Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan
3.    Melakukan evaluasi terhadap metode yang digunakan dalam proses pendidikan.
    Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam.
4.    Bahan tertulis, Qur’an, Hadits, pendapat ulama, para filosof bahan pengalaman (Empirik) dalam praktek pendidikan.
5.    Metode pencarian bahan tertulis, melalui perpustakaan, laporan khusus Qur’an dan hadits, digunakan jasa Ensliklopedi al-Qur’an, seperti:
    Al- Mu’jam al-Mufaros lil affadz alQur’an al Karim (Muhammad Fuad abdullah albakhi) dan
    Mu’jal Mufaros lil alfadz al hadits.
6.    Metode pembahasan Muzayyin Arifin.
Mengajukan alternatif metode analisi dan sintesis yaitu:
•    Metode yang berdasarkan rasional, logis, terhadap sasaran pendidikan secara induktif deduktif dan analisi ilmuwan.
•    Induktif (cara berfikir yang menganalisa fakta khusus se;lanjutnya disimpulkan secara umum. Contoh: Thales yaitu menyimpulkan bahwa segala yang ada ini berasal dari air.
•    Deduktif yaitu berfikir menggunakan premis-premis (minor dan mayor) dari kata yang umum menuju khusus.
•    Pendekatan yang digunakan untuk membahas teori-teori keilmuan tertentu  yang dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu.
•    Pendekatan ini lebih merupakan pisau yang digunakan dalam analisa.
•    Ia selalu menggunakan ilmu yang sebagai alat untuk menganalisa masalah-masalah yang dihadapinya.
    Perkembangan Pendidikan Islam masa Abad Pertengahan
    Tahap Pertama, yaitu tahap pembentukan:
Tahap ini bermula sejak awal Islam hingga berakhirnya Daulah Umayyah. Tanda-tanda pendidikan Islam paling terkenal pada masa ini adalah:
7.    Pendidikan Arab merupakan pendidikan murni Islam
8.    Tujuan pendidikan adalah mendasari sendi-sendi agama baru
9.    Berdasar pada ilmu-ilmu yang ditransfer dari warisan dan linguistik
10.    Lebih memperhatikan kata-kata tertulis sebagai media untuk mengkaji
11.    Menghilangkan beberapa bidang dalam belajar bahasa non Arab
12.    Lebih menggunakan buku, masjid dan perpustakaan sebagai markas-markas pendidikan.
    Tahap kedua: Tahap Masa Keemasan
Tahap ini bermula pada masa Abbasiyah hingga hancurnya Abbasiyah dan jatuhnya Baghdad. Ciri paling utama pendidikan Islam pada masa ini adalah:
4.    Masuknya ilmu-ilmu filsafat
5.    Dibangunnya berbagai sekolah
6.    Muncul berbagai pendapat pendidikan yang berbeda-beda
    Tahap Ketiga: Tahap kemunduran dan Kelemahan
Periode ini bermula sejak dimulainya kekuasaan Turki Utsmani hingga kemerdekaan Arab. Ciri utama pendidikan Islam pada periode ini adalah:
7.    Terdapat kejumudan pemikiran Islam
8.    Kembali kepada keterbatasan ilmu-ilmu yang bersumber dari menukil
9.    Kejumudan lembaga-lembaga pendidikan
10.    Dominasi kebudayaan Turki
11.    Kebudayaan mengacu pada budaya minoritas bukan pada Islam
12.    Masuknya pengaruh-pengaruh pendidikan Barat
Tahap Keempat: Tahap Pembaruan dan Penyusunan Kembali
Periode ini memuat beberapa tahap, berawal dari kemerdekaan negara-negara Arab dari pemerintahan Turki hingga masa modern. Ciri utama pendidikan pada masa ini adalah:
5.    Mengambil sistem pendidikan barat
6.    Menggunakan ilmu-ilmu rasional/filsafat dan modern
7.    Maraknya budaya barat
8.    Adanya upaya mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan dari tradisional menjadi modern

Jumat, 09 Maret 2012

kenapa harus jihad?


Mengapa harus berjihad?

Saif Al Battar
Sabtu, 15 Oktober 2011 22:03:14
Risalah sederhana yang menjelaskan sedikit tentang alasan mengapa kita harus berjihad yang dalil-dalilnya saya kutip dari beberapa buku (terutama risalah yang ditulis oleh salah seorang  syuhada’ dibumi Indonesia “Mengapa saya memilih jalan ini”)…sebagai hujjah untuk saudara-saudaraku mujahideen fie sabilillah (sabarlah, semoga Allah menyabarkan kalian, sungguh jalan inilah jalan yang telah dilalui para salafush shalih..jalan jihad) dan sebagai bayan untuk mereka yang masih tertinggal dari jihad.
1. Untuk memenuhi panggilan Allah subhanahu wa ta’ala
Ikhwatiy fillah…dengarlah firman Allah ta’ala ini;

“Wahai orang2 yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kalian, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah”, kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?…..” (QS. At Taubah: 38)

Inilah firman Rabb kita, Rabb yang menguasai diri kita dan alam semesta, yang memerintahkan kita untuk keluar berjihad di jalanNya. Tidakkah kita penuhi panggilanNya ini?
Lebih jauh lagi, Allah berfirman;
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (At Taubah: 41)
Kepada siapakah panggilan dalam ayat ini ditujukan? Tentunya kepada manusia yang beriman kepadaNya! Maka, siapapun yang beriman kepadaNya tidak pantas meninggalkan seruan ini, kecuali bagi mereka yang berudzur syar’i.
Ya berangkatlah untuk jihad, entah itu keadaanmu dalam lapang atau sempit, miskin atau kaya, berkendaraan atau jalan kaki, berkeluarga atau masih bujangan, bekerja atau pengangguran dalam rangka memenuhi panggilan Allah ta’ala ini. Bukankah jihad saat ini telah menjadi fardhu ‘ain?
Tidak mampukah kita berkaca pada Abu thalhah, di masa tuanya (+-80 tahun), ketika menanggapai ayat tersebut, beliau bersikeras untuk berjihad. Saat anak-anaknya melarangnya karena beliau termasuk yang diberi udzur , beliau tetap bersikukuh dalam pendiriannya. Dan ternyata Allah karuniakan untuknya ke syahidan di laut. lalu bagaimana dengan kita yang masih muda dan kuat ini? Adakah yang mau mengambil pelajaran?
2. Takut Ancaman Api Neraka
“Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan adzab yang pedih dan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan merugikanNya sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (At taubah: 39)
Ibnu al ‘arabiy berkata; “siksa pedih di dunia adalah berkuasanya musuh atas diri kita dan di akhirat adalah api neraka” (Tafsir al qurthuby 8/142).
Allah telah memberi ancaman bagi mereka-mereka yang meninggalkan jihad tanpa udzur syar’i di dunia dan akhirat. Sungguh, siksa Allah amatlah pedih dan kita tak akan mampu menanggungnya. Lalu mengapa tidak tunaikan kewajiban ini agar Allah ridla kepada kita dan menjauhkan kita dari siksa neraka?
Maka hilangkanlah cinta dunia, yang menyebabkan kita takut akan mati, yang menyebabkan kita enggan untuk berjihad…kemudian penuhilah panggilan mulia dari Rabb kita ini.
“Wahai orang2 beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan padamu…” (Al Anfal: 12)
3. Membela dan Melindungi Kaum muslimin
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a; ‘ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisiMu” (An Nisa: 75)
Ikhwatiy fillah, inilah jihad, jihad yang ditegakkan untuk melawan ketertindasan, melindungi dan membebaskan kaum muslimin dari kedzaliman musuh2 Allah.
Hari ini, berapa jutakah darah kaum muslimin yang ditumpahkan oleh kuffar, thawaghit dan munaafiquun?
Berapa banyak kehormatan muslimah2-muslimah kita yang dinodai oleh musuh-musuh Allah?
Dan berapa banyak ikhwah dan sahabat kita yang masih dalam penawanan dan siksaan?
Tidakkah kita melihat apa yang terjadi di palestina, afghanistan, iraq, chechnya, bosnia, filipin dan sederet tanah-tanah jihad lainnya?
Bukankah mereka saudara kita?
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara…” (al hujurat: 10)
Sungguh tubuh-tubuh kaum muslimin tercabik-cabik menjadi santapan srigala-srigala kafir. Akankah kita tetap diam?
Bukankah kalian membaca sabda junjungan shalallahu ‘alaihi wa sallam;
“Hilangnya dunia masih lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim” (lihat tafsir Ibnu katsir I/534)

“Jika penduduk langit dan bumi berkumpul untuk membunuh seorang muslim, maka Allah akan membalikkan ajah mereka semua ke neraka jahannam” (HR. Ath tThobroni dalam Ash shoghir)

Telah menjadi kespakatan para ulama’ jika satu orang muslimah tertawan dan diperlakukan tidak adil, maka kaum msulimin wajib membelanya dan pada waktu itu jihad menjadi fardhu ‘ain. Lalu bagaimanakah pendapat kalian dengan kondisi kita hari ini??
4. Mengikuti Jejak Shalafus shalih
Inilah para pendahulu kita, para shalaful ummah, yang mana kehidupan mereka tak pernah lepas dari aktivitas jihad fie sabilillah! Mereka tak hanya sibuk dengan kitab dan dakwah saja, tapi lihatlah Rasulullah–Panglima teringgi ummat Islam–beliau berjihad kurang lebih 27 kali selama hidup beliau, yakni di madinah (10 tahun!)
At thobary meriwayatkan bahwa Miqdad bin Al Aswad terlihat di tempat pertukaran uang di Emessa. Ketika itu ia menyandarkan tubuhnya yang amat gemuk ke sebuah meja. Seseorang yang melihatnya berkata padanya, “Allah ta’ala telah mengampunimu (untuk tidak berjihad)”. Mendengar ucapan tadi ia mengatakan, “Surat yang memeruintahkan kita untuk berperang telah turun. Allah ta’ala berfirman, ‘Berangkatlah dalam keadaan ringan maupun berat’”.

Az Zuhri mengatakan; “Said bin al Musyayyib berangkat berjihad, padahal ia adalah seseorang yang salah satu matanya buta, maka seseorang berkata padanya; ‘Engkau orang yang cacat”. Namun Sa’id berkata, “Allah ta’ala memerintahkan kita untuk berangkat dalam keadaan ringan maupun berat, jika aku tidak mampu bertempur paling tidak aku akan menambah jumlah kalian dan dapat ditugaskan untuk menjaga perlengkapan”
Sungguh, kepahlawan mereka dalam membela Islam tiada duanya. Apakah kita tidak ingin seperti mereka?
Juga Umar Mukhtar, di mana komandan Giransiyani berkomentar; “Dia terjun dalam 263 pertempuran menghadapi pasukan saya selama lebih dari 20 bulan. Total pertempuran yang telah dijalankannya berjumlah 1000 kali”
Begitu pula Muhammad Banna salah seorang mujahideen Afghan, beliau menceritakan bahwa pasukannya pernah menghancurkan 400 kendaraan militer Uni Sovyet. Orang-orang Russia memanggilnya “The General”. Dia telah merampas 200 pucuk Kalakov dan 200 pucuk AK47, Klasinkov, ia juga pernah mengahancurkan 150 tank musuh dalam satu kali pertempuran.
Subhanallaah…Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah, sungguh kepahlawanan manusia-manusia yang benar-benar mendapatkan anugerah dan pertolongan Allah ta’la sehingga mereka bisa berbuat demikian, memang…mereka Allah ta’ala tolong karena mereka telah menolong agama Allah.
Mereka menjual jiwa yang merupakan harta paling berharga bagi manusia dan Allah ta’ala pun membelinya, sungguh Allah sekali-kali tidak akan menyelisihi janjiNya;
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang2 mukimin diri dan harta mereka dengan balasan jannah untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh…” (At taubah: 111)

Maka, sungguh rugi dan celakalah bila manusia lebih memilih diam diri dari berjihad dan merasa dirinya mendapat udzur padahal ia tidak mendapatkannya.

5. Jihad Adalah perisai kehormatan Ummat yang dengannya mampu menolak serangan orang-orang Kafir

Sungguh, ummat Islam adalah ummat jihadi di mana kehidupannya tidak boleh terlepas dari Jihad. Jihad inilah perisai ummat yang akan menjaga dan melindungi kehormatannya dari tangan-tangan kuffar. Lalu bagaimana jika kita telah meninggalkannya?
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Jika kalian berjual beli dengan ‘inah, kalian mengambil ekor2 sapi, kalian ridho dengan pertanian dan kalian tinggalkan jihad, maka Allah akan timpakan kehinaan kepada kalian. Dia tidak akan mencanbutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian” (dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud)

Sungguh kehinaan yang dialami kaum muslimin sekali-kali tidak akan Allah ta’ala cabut hingga kita berlepas dari kehinaan dengan berjihad!
Dan dengan jihad inilah, Allah akan menolak serangan orang-orang kafir. Renungkanlah firman-firman Allah ini;
“Maka berperanglah kamu di jalan Allah, tidaklah kamu dibebani malainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat mukmin (untuk berperang). Mudah2an Allah menolak serangan orang2 kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(nya)” (An Nisa’: 84)

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantasaan) tangan-tangamu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka serta melegakan hati orang2 mukmin” (at taubah: 14)

6. Jihad adalah amalan teryinggi dan merupakan wasilah agar bisa memperoleh kesayhidan di jalanNya
“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad fie sabilillaah” (HR. Ahmad, riwayat dari Mu’adz bin Jabal).
Inilah jihad, ibadah tertinggi kepada Allah, yang tidak ada satu amalan pun yang akan menyamainya.
Dan sungguh ikhwatiy fillah, sungguh kita sangat merindukan syahid, sebagaimana para generasi sebelum kita pun merindukannya.
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mereka mendapat rizki” (al ‘imran: 169)
Adakah kematian yang lebih nikmat daripada mati syahid? Bukankah Allah telah menjanjikan pahala bagi mereka yang syahid di jalanNya dengan pahala yang besar?
Marilah kita renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan At Tirmidzi dari Miqdad bin Ma’d, bahwasannya Rasulullah saw bersabda;
“Allah ta’ala menjamin 7 hak bagi para syuhada’; dia diampuni sejak tetes darah pertama yang keluar dari tubuhnya, ia akan ditunjukkan tempatnya di jannah, ia akan mengenakan pakaian iman, ia akan dinikahkan dengan 72 bidadari, ia akan terbebaskan dari siksa kubur, ia akan terbebas dari goncangan dahsyat pada hari qiamat nanti, di atas kepalanya akan disematkan mahkota kehormatan di mana satu mutiaranya adalah lebih baik daripada dunia seisinya, dan ia akan mendapatkan hak untuk memberi syafa’at 70 kerabatnya (lihat shohih al jami’ no 5058).
Ikhwatiy fillah, inilah jihad, jika engkau mati, maka engkau syahid biidznillah insyaAllah, jika engkau diusir maka itu adalah siyahah, jika engkau dipenjara maka penjara adalah tempat kalian berkhalwat dengan Allah Ta’ala.
Inilah jihad, dengannya Allah ta’ala menjadikan ummat ini mulia.
Inilah jihad, dengannya Allah ta’ala membuka pintu akhirat, ia mendapatkan kehormatan berkumpul dengan anbiya’, shaddiqiin dan para shalihin…
Inilah jihad…
Adakah dari kalian yang memenuhinya?
Ketahuilah bahwa hanya bercita-cita berjihad saja ini belum cukup, ia hanya menghilangkan sifat nifak dalam diri namun jika ia belum berjihad maka ia tetap berdosa karena jihad adalah kewajiban yang harus kita tunaikan, lalu akankah kita terus diam tanpa i’dad?
Sesungguhnya pembenaran dari cita-cita itu adalah sebuah amalan yang nyata, itu kalau kita benar-benar jujur, jujur pada Allah dan jujur pada diri kita sendiri.

Senin, 13 Februari 2012

mutu pembelajaran indonesia

Mutu Pendidikan Indonesia
KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA SUATU REFLEKSI
Oleh: Yohanes Sudaryono FIC.
Perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia telah berlangsung dalam empat era yaitu : 1). Era kolonial, 2). Era Orde Lama, 3). Era Orde Baru. 4). Era Reformasi.
A. Era Kolonial
Pada jaman kolonial pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial. Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro tidak diragukan mutunya. Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan, namun demikian apa yang diperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan pemimpin-pemimpin gerakan nasional.
Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah pendidikan kita dapat katakana bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun suatu sistem pendidikaan nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa.
B. Era Orde Lama
Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama.
Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.
C. Era Orde Baru
Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah berlangsung.
Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.
Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin menurun walaupun dibentuk KOPERTIS-KOPERTIS sebagai bentuk birokrasi baru.
D. Era Reformasi
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi.
Kekuatan Politik :
Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20 %.
Kekuatan Ekonomi:
Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standardisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep-konsep seperti : Ujian Nasional.
Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan obyek, anak Indonesia bukan merupakan suatu proses humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi [Millist CFBE]
Ditulis dalam Artilel & Opini
« Mengembalikan Pendidikan Sebagai Prioritas Peradaban Bangsa

metode study islam

NAMA            : HABIBI ANTONIUS
NPM            : 1111020031
JUR/FAK        : PBA/TARBIYAH
KELAS/SMESTER    : PBA-A/ SATU
MATA KULIAH    : METODE STUDI ISLAM
DOSEN PENGAMPUI    : Dr. M. AKMANSYAH M.Ag

1.    jika sebuah dalil bersifat qathi’ (pasti) dengan makna sangat jelas baik dari Al-Quran, Sunnah mutawatir atau hadis Ahad Masyhur maka tidak ruang untuk ijtihad.
Adapun sebab perbedaan ulama dalam teks yang bersifat dhzanni (lawan dari qathi) atau yang lafadlnya mengandung kemungkinan makna lebih dari satu adalah sebagai berikut:
a.    Perbedaan Makna Lafadz Teks Arab.

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadl tersebut umum (mujmal) atau lafadl yang memiliki arti lebih dari satu makna (musytarak), atau makna lafadl memiliki arti umum dan khusus, atau lafadl yang memiliki makna hakiki atau makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain.
Contohnya, lafadlquru’ memiliki dua arti; haid dan suci (Al-Baqarah:228). Atau lafadl perintah (amr) bisa bermakna wajib atau anjuran. Lafadl nahy; memiliki makna larangan yang haram atau makruh.

Contoh lainnya adalah lafadl yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah Al-Baqarah: 206 “Tidak ada paksaan dalam agama” apakah ini informasi memiliki arti larangan atau informasi tentang hal sebenarnya?

b.    Perbedaan Riwayat

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadis. Faktor perbedaan riwayat ada beberapa, di antaranya:
•    Hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainya.
•    Atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat.
•    Atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadis melihat satu jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat.
•    Atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa hadis.
•    Atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah disepakati, namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu. Seperti hadis mursal.
c.    Perbedaan Sumber-sumber Pengambilan Hukum

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai' dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut.

d.    Perbedaan Kaidah Usul Fiqh

Seperti kaidah usul fiqh yang berbunyi "Nash umum yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)", "mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", "tambahan terhadap nash quran dalam hukum adalah nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan ulama.

e.    Ijtihad dengan Qiyas

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai patokan), syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas di samping juga ada kesepakatan antara ulama.

f.    Pertentangan (kontradiksi) dan Tarjih antar Dalil-dalil

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang dengan takwil, ta'lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, penyesuaian antara dalil, penghapusan (naskh) salah satu dalil yang bertentangan.
Pertentangan terjadi biasanya antara nash-nash atau antara qiyas, atau antar sunnah baik dalam perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam penetapan-penetapannya. Perbedaan sunnah juga bisa disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah saw dalam berpolitik atau memberi fatwah.
Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama – semoga Allah membalas mereka dengan balasan kebaikan – tidak mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah yang turun kepada Rasulullah saw. Meski demikian kita memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah satu dari perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah ijtihadiah dan pendapat yang bersifat dlanniyah (pretensi) dihormati dan disikapi sama.
Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan yang dibenci Allah antara kaum Muslimin yang disebut Al-Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk berpegang teguh dengan tali Allah.
Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah. Namun mereka menyebut, "Ini adalah pendapatku, jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) berlepas diri."
Di antara nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah saw, kepada para pasukannya baik dipimpin langsung atau tidak adalah, "
Jika kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin memberlakukan hukum Allah, maka jangan kalian terapkan mereka dengan hukum Allah, namun berlakukan kepada mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam menerapkan hukum Allah kepada mereka atau tidak, " (HR Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah)
Ini menegaskan tentang ketetapan ijtihad atau kesalahannya dalam masalah cabang fiqh.
2.   
KALAM

    Murji’ah     Qodariyah    Jabbariyah
Syi’ah            Khawarij     Moderat
Sekte kaisaniyah    al-Ajaridah     Ekstren
Sekte Zaidiyah    Asy-sufriyah
Sekte Imamiyah    Al-Ibadiyah    Teologi Trasformatif   
    Teologi Pembebasan


Mu’tazilah    Asy’ariyah    Maturidyah





FIKIH

Pembagian Madzhab
   
Sunni      Syi’ah
Hanafi     Hambali     Maliki     Syafi’I     Ja’fari     Islamiyah
Zaidiyah




TASAWUF

 Thariqat     Akhlak     Akhwal & maqomah     pebinaan   
    Takhalli
    Tahalli
    Tajalli

TAFSIR

Aliran Fikih     Qur’an Lughawi              Qur’an I’tiadi          Aliran  Falsafi    Qur’an sufisme                                                                                                           

definisi tasawuf

A. DEFINISI TASAWUF
Oleh: bnk

Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan hati sesuci mungkin dengan usaha mendekatkan diri kepada Allah, sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibnu Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyful-hijab (tersingkapnya tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa sesudahnya. Corak sufisme yang mereka tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Beliau mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah, keutamaan akhlak dan juga keadilan, dan tidak pernah mengajarkan hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah sebagai mana dilakukan oleh agama sebelumnya.
a. Secara Etimologi (Bahasa)
1. Tasawuf berasal dari kata Shuffah, yaitu sebutan bagi orang – orang yang hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW. di sekitar Masjid Madinah, mereka ikut nabi saat hijrah dari Mekah ke Madinah. Mereka hijrah dengan meninggalkan harta benda, mereka hidup miskin, mereka bertawakal (berserah diri) dan mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka tinggal di sekitar masjid nabi dan tidur diatas bangku yang terbuat dari batu dan berbantalkan pelana kuda yang disebut suffah. Mereka Ahlus-Suffah walaupun miskin, tapi berhati dan berakhlak mulia, ini merupakan sebagian dari sifat-sifat kaum sufi.
2. Tasawuf juga berasal dari kata Shafa’ (suci bersih), yaitu sekelompok orang yang berusaha menyucikan hati dan jiwanya karena Allah. Sufi berarti orang – orang yang hati dan jiwanya suci bersih dan disinari cahaya hikmah, tauhid, dan hatinya terus bersatu dengan Allah SWT.
3. Tasawuf juga berasal dari kata shuf (pakaian dari bulu domba atau wol). Mereka di sebut sufi karena memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang menjadi ciri khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar, itulah lambang dari kesederhanaan. Berbeda dengan orang-orang kaya saat itu yang kebanyakan memakai kain sutra.
b. Secara Teminologi (isthilah)
Imam Junaidi al-Baghdadi berpendapat : “Tasawuf adalah membersihkan hati dari yang selain Allah, berjuang memadamkan semua ajakan yang berasal dari hawa nafsu, mementingkan kehidupan yang lebih kekal, menyebarkan nasihat kepada umat manusia, dan mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam segala hal.
Dari segi bahasa dan istilah, kita dapat memahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu bersikap bijak sana. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia, ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
Hukum mempelajari ilmu tasawuf adalah fardhu ‘ain bagi setiap mukallaf. Sebab apabila mempelajari semua ilmu yang dapat memperbaiki dan memperbagus lahiriyah menjadi wajib, maka demikian juga halnya mempelajari semua ilmu yang akan memperbaiki dan memperbagus batiniyah manusia.
Karena fungsi ilmu tasawuf adalah untuk mensucikan batin agar dalam ber-musyahadah dengan Allah semakin kuat, maka kedudukan ilmu tasawuf diantara ajaran Islam merupakan induk dari semua ilmu. Hubungan tasawuf dengan aspek batin manusia, adalah seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia. Para ulama penegak pilar-pilar ilmu tasawuf telah menciptakan istilah-istilah untuk memudahkan jalan bagi mereka yang ingin menapaki ilmu tasawuf yang sesuai dengan kedudukannya sebagai pem bersih dan pensuci hati dan jiwa.
Adapun tasawuf yang berkembang pada masa berikutnya sebagai suatu aliran (mazhab), maka sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam dapat dikatakan positif (ijabi). Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman maka tasawuf tersebut menjadi mazhab yang negatif (salbi).
Tasawuf ijabi mempunyai dua corak : (1) tasawuf salafi, yakni membatasi diri pada dalil-dalil naqli atau atsar al-Qur’an dan Hadits. (2) tasawuf sunni, yakni memasukkan penalaran-penalaran yang rasional ke dalam pemahaman dan pengamalannya. Adapun perbedaan yang mendasar antara tasawuf salafi dengan tasawuf sunni terletak pada takwil. Salafi menolak adanya takwil, sementara sunni menerima takwil rasional sejauh masih berada dalam kerangka syari’ah.
Sedangkan tasawuf salbi atau disebut juga tasawuf falsafi adalah tasawuf yang telah terpengaruh oleh faham-faham spiritual dari bangsa Timur maupun Barat.
Adapun lahirnya ilmu tasawuf didorong dan disebabkan oleh beberapa factor:
1. Reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat, serta cendrung mementingkan nilai-nilai kebendaan,
2. Perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio yang kering dari aspek moral-spiritual,
3. Katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis didominasi oleh nalar kekerasan, penipuan dan memperturutkan hawa nafsu.
Oleh sebab itu, sebagian besar ulama sufi memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan politik yang mengatasnamakan agama dengan praktek-praktek yang penuh dengan tipu daya bahkan banyak menimbulkan pertumpahan darah.

aplikasi karakter ajaran islam

NAMA :    HABIBI ANTONIUS
KELAS:    PBA. A
SEMESTER:    SATU
NPM :        1111020031   
1.    Jelaskan contoh aplikasi karakter-karakter ajaran Islam dibidang Ilmu, kebudayaan, social, ekonomi, kesehatan, politik, hukum, dan pendidikan!
2.    Sebutkan factor-faktor yang menyebabkan perbedaan hasil ijtihat!
3.    Sebutkan kitab tafsir dan pengarangnya berdasarkan pedekatan social, politik, tasawuf, bahasa, dan sastra, ekonomi.
Jawab
 1.A. Bidang kebudayaan:
Karakteristik ajaran Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif. Dari satu segi Islam terbuka dan akomodatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi bersamaan dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu dan kebudayaan, melainkan ilmu dan kebudayaan yang sejalan dengan Islam. Dalam bidang ilmu dan teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka atau tidak tertutup. Sekalipun kita yakin bahwa Islam itu bukan Timur dan bukan Barat," ini tidak berarti kita harus menutup diri dari keduanya. Bagaimanapun, Islam adalah sebuah paradigma terbuka dan merupakan mata rantai peradaban dunia. Dalam sejarah kita melihat Islam mewarisi peradaban Yunani-Romawi di Barat, dan peradaban-peradaban Persia, India, dan Cinta di Timur. Selama abad VII sampai abad XV, ketika peradaban besar di Barat dan Timur itu tenggelam dan mengalami keme¬rosotan, Islam bertindak sebagai pewaris utamanya untuk kemudian diambil alih oleh peradaban Barat sekarang melalui Renaissans. Jadi dalam bidang ilmu dan kebudayaan Islam menjadi mata rantai yang penting dalam sejarah peradaban dunia. Dalam kurun waktu selama delapan abad itu, Islam bahkan mengembangkan warisan-warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari peradaban-peradaban tersebut.
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan torsebut dapat pula dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra' yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A. Baiquni, selain luinarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, mengukur, mendeskripsikan, menganalisis secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam proses mempelajari sesuatu. Hal itu merupakan salah satu cara yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. Islam demikian kuat mendorong manusia agar memiliki ilmu pengetahuan dengan cara menggunakan akalnya untuk berrpikir, merenung, dan sebagainya. Demikian pentingnya ilmu ini hingga Islam memandang bahwa orang menuntut ilmu sama nilainya dengan jihad di jalan Allah. Islam menempuh cara demikian, karena dengan ilmu pengetahuan tersebut seseorang dapat meningkatkan kualitas dirinya untuk meraih terbagai kesempatan dan peluang. Hal demikian dilakukan Islam, karena sejarah mengatakan bahwa pada saat kedatangan Islam di tanah Arab, masalah ilmu pengetahuan adalah milik kaum elit tertentu yang tidak boleh dibocorkan kepada masyarakat umum. Hal demikian sengaja dilaku¬kan agar masyarakat tersebut bodoh yang selanjutnya mudah dijajah, Uiperbudak dan disimpangkan keyakinannya serta diadu domba. Keadaan tersebut tak ubahnya dengan kondisi yang dialami masyarakat Indonesia zaman penjajahan Belanda.


B.    BIDANG SOSIAL
Selanjutnya karakteristik ajaran Islam dapat dilihat dari ajarannya di bidang sosial. Ajaran Islam di bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Namun, khusus dalam bidang sosial ini Islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa, dan kebersamaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, dan lain sebagainya yang berbau rasialis. Kualitas dan ketinggian derajat seseorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditunjukkan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia. Atas dasar ukuran ini, maka dalam Islam semua orang memiliki kesempatan yang sama. Mobilitas vertikal dalam arti yang sesungguhnya ada dalam Islam, sementara aiatem kelas yang menghambat mobilitas sosial tersebut tidak diakui keberadaannya. Seseorang yang berprestasi sungguhpun berasal dari kalangan bawah, tetap dihargai dan dapat meningkat kedudukannya serta mendapat hak-hak sesuai dengan prestasi yang dicapainya.
Menumt penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan muamalah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Muamalah jauh lebih luas dari ibadah (dalam arti khusus). Hal demikian dapat kita lihat misalnya urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan sosial yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan
Dalam hadisnya, Rasulullah Saw. mengingatkan imam supaya memperpendek salatnya bila di tengah jamaah ada yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah Saw, Siti Aisyah, mengisahkan: Rasulullah Saw. salat di rumah dan pintu terkunci. Lalu aku datang (dalam riwayat lain aku minta dibukakan pintu), maka Rasulullah Saw. berjalan membuka pintu, kemudian kembali ke tempat salatnya. Hadits ini diriwayatkan oleh lima orang perawi, kecuali Ibnu Majah.
Selanjutnya Islam menilai bahwa ibadah yang dilakukan secara bersama-sama dengan orang lain nilainya lebih tinggi dari pada salat yang dilakukan secara perorangan, dengan perbandingan 27 derajat.
Dalam pada itu Islam menilai bila urusan ibadah dilakukan tidak sem¬purna batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifarat (tebusannya) adalah dengan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan karena sakit yang sulit di harapkan sembuhnya, maka boleh diganti dengan fidyah (tebusan) memberi makanan bagi orang miskin. Sebaliknya, bila orang tidak baik dalam muamalah, urusan ibadahnya tidak dapat menutupnya. Yang merampas hak orang lain tidak dapat menghapus dosanya dengan shalat tahajjud . Orang yang berbuat zalim tidak akan hilang dosanya dengan membaca zikir seribu kali. Bahkan dari beberapa keterangan, kita mendapatkan kesan bahwa ibadah ritual tidak diterima Allah bila pelakunya melanggar norma-norma muamalah.


C.    DALAM BIDANG KESEHATAN
Ciri khas ajaran Islam selanjutnya dapat dilihat dalam konsepnya me¬ngenai kesehatan. Ajaran Islam tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencgahan lebih diutamakan daripada penyembuhan. Dalam bahasa Arab, prinsip ini berbunyi, al-wiqayah khairminal-'ilaj. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan sekian banyak petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Saw. yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan.
Untuk menuju pada upaya pencegahan tersebut, Islam menekankan orang kehersihan lahir dan batin. Kebersihan lahir dapat mengambil bentuk kebersihan tempat tinggal, lingkungan sekitar, badan, pakaian, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini kita membaca ayat Al-qur’an:
 إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِين
artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang membersihkan diri. (QS AI-baqarah, 2:222).
Bertaubat sebagaimana dikemukakan pada ayat tersebut akan meng¬hasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik. Selanjutnya kita baca lagi ayat Quran yang berbunyi:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّر , وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
“dan bersihkanlah pakaiannzu dan tinggalkanlah segala macam kekotoran”. (QS Al-Mudatsir, 74:4-5). Perintah tersebut berbarengan dengan perintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama Allah Swt.

D.    DALAM BIDANG POLITIK
Ciri ajaran Islam selanjutnya dapat diketahui melalui konsepsinya dalam bidang politik. Dalam Alquran surat Al-Nisa ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis, yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolok ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pe¬mimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan dengan ke¬hendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pimpinan tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi.
Masalah politik ini selanjutnya berhubungan dengan bentuk pemerin¬tahan. Dalam sejarah kita mengenal berbagai bentuk pemerintahan seperti republik yang dipimpin presiden, kerajaan yang dipimpin raja, dan sebagai¬nya. Islam tidak menetapkan bentuk pemerintahan tertentu. Oleh karenanya setiap bangsa boleh saja menentukan bentuk negaranya masing-masing sesuai seleranya. Namun, yang terpenting bentuk pemerintahan tersebut harus digunakan sebagai alat untuk menegakkan keadilan, kemakmuran, ke-sejahteraan, keamanan, kedamaian, dan ketenteraman masyarakat.

E.    BIDANG PENDIDIKAN
Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan tersebut di atas, Islam juga memiliki ajaran yang khas dalam bidang pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang, laki laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam bidang pendidikan Islam memiliki rumusan yang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya. Semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan ini dapat dipahami dari kandungan surat Al-Alaq sebagaimana disebutkan di atas. Di dalam Alquran dapat dijumpai berbagai metode pendidikan seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan, teladan, pembiasaan, karya wisata, cerita, hukuman, nasihat, dan sebagainya. Berbagai metode tersebut dapat digunakan sesuai dengan materi yang diajarkan, dan dimaksudkan demikian, agar pendidikan tidak membosankan anak didik.

F.    BIDANG HUKUM
Karakteristik islam mengenai disiplin ilmu sangat dibutuhkan, sebab menerapkan disipilin,seseorang, membuat orang tersebut tetap berpegang teguh pada peraturan dan tidak akan tergoyahkan aqidahnya. Bagai ajaran yangberkenaan dengan berbagai bidng kehidupan, island tampil sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu ilmu keislaman.
    Harun nasution menyatakan bahwaislam mempunyai berbagai aspek disip-lin ilmu, yaitu aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mistisisme, aspek sejarah, dan aspek kebudayaan.
G. BIDANG EKONOMI
Sistem ekonomi Islam telah diposisikan oleh penggagas dan penggiatnya sebagai solusi (bukan alternatif) atas gurita krisis yang menggerogoti kejayaan rezim ekonomi global yang dianggap lekat dengan nilai kapitalisme, sosialisme, neoliberalisme, dan/atau nilai-nilai lain yang dianggap melenceng dari ajaran agama Islam.

Sebagaimana agama Islam itu sendiri, implementasi nilai dan ajaran Islam akan terus tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah manusia. Begitu juga dengan tumbuh kembang konsep dan penerapan nilai dan ajaran Islam di bidang ekonomi.
        2. jika sebuah dalil bersifat qathi’ (pasti) dengan makna sangat jelas baik dari Al-Quran, Sunnah mutawatir atau hadis Ahad Masyhur maka tidak ruang untuk ijtihad.
Adapun sebab perbedaan ulama dalam teks yang bersifat dhzanni (lawan dari qathi) atau yang lafadlnya mengandung kemungkinan makna lebih dari satu adalah sebagai berikut:
a.    Perbedaan Makna Lafadz Teks Arab.

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadl tersebut umum (mujmal) atau lafadl yang memiliki arti lebih dari satu makna (musytarak), atau makna lafadl memiliki arti umum dan khusus, atau lafadl yang memiliki makna hakiki atau makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain.
Contohnya, lafadlquru’ memiliki dua arti; haid dan suci (Al-Baqarah:228). Atau lafadl perintah (amr) bisa bermakna wajib atau anjuran. Lafadl nahy; memiliki makna larangan yang haram atau makruh.

Contoh lainnya adalah lafadl yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah Al-Baqarah: 206 “Tidak ada paksaan dalam agama” apakah ini informasi memiliki arti larangan atau informasi tentang hal sebenarnya?

b.    Perbedaan Riwayat

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadis. Faktor perbedaan riwayat ada beberapa, di antaranya:
•    Hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainya.
•    Atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat.
•    Atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadis melihat satu jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat.
•    Atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa hadis.
•    Atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah disepakati, namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu. Seperti hadis mursal.
c.    Perbedaan Sumber-sumber Pengambilan Hukum

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai' dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut.

d.    Perbedaan Kaidah Usul Fiqh

Seperti kaidah usul fiqh yang berbunyi "Nash umum yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)", "mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", "tambahan terhadap nash quran dalam hukum adalah nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan ulama.

e.    Ijtihad dengan Qiyas

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai patokan), syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas di samping juga ada kesepakatan antara ulama.

f.    Pertentangan (kontradiksi) dan Tarjih antar Dalil-dalil

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang dengan takwil, ta'lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, penyesuaian antara dalil, penghapusan (naskh) salah satu dalil yang bertentangan.
Pertentangan terjadi biasanya antara nash-nash atau antara qiyas, atau antar sunnah baik dalam perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam penetapan-penetapannya. Perbedaan sunnah juga bisa disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah saw dalam berpolitik atau memberi fatwah.
Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama – semoga Allah membalas mereka dengan balasan kebaikan – tidak mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah yang turun kepada Rasulullah saw. Meski demikian kita memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah satu dari perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah ijtihadiah dan pendapat yang bersifat dlanniyah (pretensi) dihormati dan disikapi sama.
Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan yang dibenci Allah antara kaum Muslimin yang disebut Al-Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk berpegang teguh dengan tali Allah.
Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah. Namun mereka menyebut, "Ini adalah pendapatku, jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) berlepas diri."
Di antara nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah saw, kepada para pasukannya baik dipimpin langsung atau tidak adalah, "
Jika kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin memberlakukan hukum Allah, maka jangan kalian terapkan mereka dengan hukum Allah, namun berlakukan kepada mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam menerapkan hukum Allah kepada mereka atau tidak, " (HR Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah)
Ini menegaskan tentang ketetapan ijtihad atau kesalahannya dalam masalah cabang fiqh.
3. A TAFSIR PENDEKATAN BAHASA DAN SASTRA.
1. Nama Mufassir
Pengarangnya adalah Abu Muhammad, Abdul Haq bin Ghalib bin ‘Athiyyah al-Andalusi, al-Hafizh, al-Qadhi, al-‘Allamah.

2. Nama Kitab
Ia menamakan kitab tafsirnya‘al-Wajiz Fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz’.’

Spesifikasi Umum Kitab
Pengarang meringkasnya dari semua kitab-kitab tafsir (yakni Tafsir al-Manqul) dan selalu mencari yang lebih dekat kepada keshahihan dari kitab-kitab tersebut, menafsirkan ayat dengan gaya bahasa yang manis dan mudah serta banyak sekali menukil dari Ibn Jarir (ath-Thabari-red).
Sikapnya Terhadap Sya’ir, Nahwu Dan Bahasa. Beliau termasuk ahli Nahwu yang amat kompeten, selalu merujuk kepada bahasa Arab ketika mengarahkan sebagian makna. Beliau sangat memperhatikan produk-produk Nahwu, penyebutan Syawahid Adabiyyah (pendukung-pendukung yang diambil dari bait-bait syair/sastra) untuk ungkapan-ungkapan tertentu.
B. TAFSIR PENDEKATAN TASAWUF.
1.    Nama Mufasir
Abu al-Qasim Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi(w. 465 H).

2.    Nama Kitab: AR-RISALAH
Ia lahir di sebuah desa di Khurasan, akan tetapi ia adalah keturunan Arab dari Kabilah Qusyair bin Ka’b. Banyak karangan yang dipersembahkan oleh al-Qusyairi, akan tetapi “ar-Risalah” inilah karyanya yang termasyhur.
Al-Qusyairi membagi kitab ini ke dakam dua bagian, yakni:
Bagian Pertama: memaparkan riwayat hidup para sufi dan sebagian pernyataan tentang tasawuf yang mereka lontarkan.
Bagian Kedua: menjelaskan tentang prinsip-prinsip suluk (tatanan prilaku tasawuf) dan manhajnya, di antaranya tentang waktu, maqam, hal, mukasyafah, musyahadah, taubat, mujahadah, taqwa, syukr, zuhud dan sebagainya.
C. TAFSIR PENDEKATAN SOSIAL
1.    Nama kitab: tafsir jalalain
Pengarang: Jalaludin Asy-syuyuthi dan Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy.

2.    Nama kitab: tafsir munir
Pengarang: Sayyid Muhammad Ali Iyazi.

3.    Nama kitab: tafsir Al-Maraghi
Pengarang: Ahmad Musthafa al-Maraghi


D. TAFSIR PENDEKATAN HUKUM

1.    Nama Mufassir
Imam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdullah asy-Syawkani, ash-Shan’ani, al-Qadhi.

2.    Nama Kitab
Fath-hul Qadiir al-Jaami’ Bayna Fannay ar-Riwaayah Wa ad-Diraayah Min ‘Ilm at-Tafsiir.

E. TAFSIR PENDEKATAN EKONOMI

1.    Nama Mufasir
Munir Wahbah Az-Zuhayli

2.    Nama kitab
Tafsîr al-munîr fi al-‘aqîdah wa asy-syarî’ah wa al-manhaj

F.    TAFSIR PENDEKATAN POLITIK

1.    Nama Mufasir
Anwar al-Tanzil

2.    Nama Kitab
Al- Badhawi

makalah filsafat ilmu

BAB I
PENDAHULUAN

1.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini masyarakat Indonesia telah memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hal itu tentulah sebuah kabar baik, masyarakat Indonesia menyadari pentingnya ilmu dan pengetahuan.
Ilmu dan pengetahuan merupakan salah satu unsur penunjang kehidupan dan merupakan hal pokok kebutuhan manusia. Kemajuan suatu Negara ditandai dengan kemajuan ilmu dan pengetahuannya. Peradaban-peradaban yang telah terjadi saat ini,merupakan hasil dari bertambah majunya pengetahuan manusia. Ilmu dan pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai faktor; misalnya seseorang memperoleh pengetahuan karena proses pendidikan, manusia juga memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan lingkungan disekitarnya, dan masih banyak lagi hal yang dapat menambah pengetahuan manusia. Orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan, dia mampu menyesuaikan dirinya dan mengikuti perkembangan zaman.
Mengingat akan pentingnya pendidikan kami bermaksud memperkenalkan kepada pembaca mamfaat dan konsep dasar dari ilmu dan pengetahuan.

aliran Asy'ariyah

ALIRAN ASY’ARIYAH
Membicarakan aliran teologi Asy’ariyah tidak mungkin terlepas dari pembicaraan golongan terbesar umat islam, yang terkenal dengan sebutan Ahl al- Sunnah Wal al- Jama’ah. Dalam pengertian umum berarti golongan yang bertentangan atau berseberangan dengan golongan Syi’ah, sehingga Mu’tazilah, Asy’ariyah dan maturidiyah tercakup ke dalamnya. Dan dalam pengertian yang khusus, serta itulah yang dimaksud dalam pembahasan ini, ialah Aliran Asy’ariyah yang dipelopori oleh Abu al-Hasan al- Asy’ari.
Kata al- Sunnah mengandung dua makna; pertama, berarti thariqah atau cara, yaitu cara yang ditempuh para sahabat dalam menerima ayat – ayat mutasyabihat, dengan menyerahkan sepenuhnya maksud ayat- ayat itu kepada ilmu Allah tanpa berusaha menakwilkannya. Kedua, berarti al- Hadist, sehingga yang dimaksud ialah mereka percaya dan menerima hadist shahih tanpa menggali maksudnya secara mendalam seperti yang dilakukan Mu’tazilah. Abu al- Muzaffar al- Isfaraini menukilkan “ bahwa keistimewaan Ahl al- Sunnah ialah: Mengambil sumber berita hanya dari Rasul dan para sahabat.
Ditambahkan kata al- Jama’ah di belakang kata Sunnah ialah karena mereka selalu menyandarkan pendapat atau berdalil dengan Kitab Allah, Sunnah Rasulullah, Ijma’ dan Qiyas

Lahirnya Aliran Asy’ariyah
Aliran Asy’ariyah sendiri lahir tidak terlepas dari’ atau malah dipicu oleh situasi sosial politik yang berkembang waktu itu. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada masa pemerintahan Khalifah Al- Makmun, serangan Mu’tazilah terhadap para fuqaha’ dan muhadditsin semakin gencar. Tak seorang pun para pakar fiqh yang populer dan pakar hadis yang masyhur luput dari genpuran mereka. Serangan dalam bentuk pemikiran, disertai dengan penyiksaan fisik oleh penguasa dalam  bentuk suasana al- mihnah [inkuisisi]. Akibatnya timbul kebencian masyarakat terhadap mu’tazilah, dan berkembang menjadi permusuhan.
Keadaan berbalik setelah Al- Mutawakkil naik menduduki tahta kekhalifahan. Beliau sebagai khalifah menjauhkan pengaruh Mu’tazilah dari pemerintahan. Sebaliknya dia mendekati lawan- lawan mereka, dan membebaskan para ulama yang dipenjarakan oleh khalifah terdahulu. Para fuqaha’ yang beraliran sunni, serta orang- orang yang menerapkan m etode sunni dalam pengkajian akidah menggantikan kedudukan mereka.
Pada akhir abad ke 3 Hijriah muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al- Hasan al- Asy’ari di Basrah dan Abu Mansyur al –Maturidi di Samarkand. Keduanya bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu’tazilah, kendati pun di antara mereka terdapat pula perbedaan. Selanjutnya, yang akan dibicarakan hanyalah mengenai al- Asy’ari yang merupakan tokoh sentral dan pendiri aliran Asy’ariyah.
Al- Asy’ari yang nama lengkapnya Abu al- Hasan ‘Ali Ibnu Ismail Ibnu Abi Basyar, Ishak Ibnu Salam Ibnu Ismail Abdillah Ibnu Musa Ibnu Bilal Ibnu Abi Bardah, Amir Ibnu Abi Musa al- Asy’ari dilahirkan da Bashrah pada tahun 260 H dan wafat pada tahun 330 H. Ia merupakan keturunan salah seorang dari sahabat Rasulullah yang termasyhur, yaitu Abu Musa al- Asy’ari, ia juga termasuk seorang ahli hukum [faqih] yang masyhur.
Al- Asy’ari adalah murid dan belajar ilmu kalam dari seorang tokoh Mu’tazilah, yaitu Abu ‘Ali al Jubbai, malah ibnu ‘Asakir mengatakan bahwa al- Asy’ari belajar dan terus bersama gurunya itu, selama 40 tahun, sehingga al- Asy’ari pun termasuk tokoh Mu’tazilah. Dan karena kepintaran serta kemahirannya, ia sering mewakili gurunya itu dalam berdiskusi.
Lalu, mengapa al- Asy’ari  meninggalkan gurunya dan paham Mu’tazilah, serta membentuk paham dan mazhab baru? Ada beberapa riwayat yang menceritakan hal tersebut antara lain:
Ibnu ‘Asakir menceritakan bahwa pada suatu malam al- Asy’ari  bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad Saw, lalu Nabi menyuruhnya meninggalkan paham Mu’tazilah, dan supaya ia membela sunnahnya. Awal peristiwa ini, bermula ketika al- Asy’ari bertanya kepada gurunya waktu belajar. Jawaban sang guru tidak memuaskan al- Asy’ari, sehingga ia menjadi ragu- ragu dan ingin mencari kepuasan.
Al- Asy’ari sendiri menceritakan, “Pada suatu malam timbul keragu- raguanku tentang aqidah yang aku anut, lalu aku berdiri dan salat dua rakaat. Kemudian aku berdoa kepada Allah, supaya diberi- Nya petunjuk ke jalan yang tepat. Lantas aku tidur. Tiba- tiba aku melihat Rasulullah Saw dalam mimpiku. Maka aku adukan halku kepada beliau, dan Rasulullah bersabda, “Tetaplah engkau pada sunahku”. Setelah aku bangun, aku cob a bandingkan masalah- masalah teologi [kalam] dengan apa yang terdapat dalam Alquran dan al- Sunnah. Maka aku berketetapan hati memilih bimbingan yang terdapat  pada kedua sumber itu dan aku tinggalkan apa yang selama ini aku anut.
Al- Subki dan ibnu Khalkan menukilkan bahwa, pada suatu hari jumat di Basrah ia naik mimbar dan berkata, “Barang siapa yang telah mengenalku, maka sebenarnya dia telah mengenalku. Dan barang siapa yang belum mengenalku, maka kini saya memperkenalkan diri. Saya adalah fulan ibnu fulan. Saya pernah mengatakan bahwa Alquran adalah mahluk, bahwa Allah tidak terlihat oleh indra penglihatan kelak pada hari kiamat, dan bahwa perbuatan- perbuatan saya yang tidak baik, saya sendirilah yang melakukannya. Kini saya bertobat dari pendapat seperti itu, serta siap sedia untuk menolak pendapat Mu’tazilah, dan mengungkap kelemahan mereka. Menurut pendapat saya, dalil- dalil kedua kelompok itu seimbang. Tidak satu pun dalil yang lebih unggul atas dalil yang lain. Kemudian saya memohon petunjuk kepada Allah, maka Allah memberikan petunjuk kepada saya untuk meyakiniapa yang tertera dalam kitab- kitab saya. Kemudian al- Asy’ari menyerahkan kepada hadirin kitab yang ditulisnya bedasarkan metode kelompok fuqoha’ dan para ahli hadis.
Sebenarnya kebanyakan Mu’tazilah dan Qadariyah bertaklid kepada pemimpin dan pendahulu mereka. Mereka mentakwilkan Alquran berdasarkan pendapat para pendahulu, mereka tidak mengutip hadis Rasulullah, maupun pernyataan ulama’ salaf. Mereka menentang riwayat sahabat tentang riwayat sahabat tentang riwayat melihat Allah dengan indra penglihatan kelak pada hari kiamat. Padahal ada sejumlah hadis dari sanad yang berlainan dan mutawatir mengenai masalah itu.
Mereka juga mengingkari siksa kubur dan masalah- masalah orang- orang kafir yang disiksa didalam kubur. Padahal persoalan itu disepakati oleh para sahabat dan tabi’in. Pendapat mereka bahwa alquran adalah mahluk, sesungguhnya dekat dengan pendapat orang musyrik yang mengatakan alquran itu tidak lain hanyalah perkataan manusia [Muhammad]. Mereka juga menetapkan dan meyakini bahwa hamba [manusia] menciptakan kejahatannya, suatu penetapan yang serupa dengan pendapat Majusi yang menetapkan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan kejahatan.
Al-Asy’ari adalah pendiri suatu mazhab yang dikenal dengan nama Asy’ariyah dan Asya’irah. Beliau menyusun satu mazhab yang imulai dengan membicarakan tentang Allah, sifat- sifat- Nya, huduts al- alam, problematika sifat- sifat pada umumnya dan masalah al- Kasb yang menjadi “ciri” khas al- Asy’ari.
Pendapat- pendapat Asy’ari dapat ditemui dalam kitab-kitab beliau; al- Ibanah ‘an Ushul al- Diyanah, al- Luma’ fi al-Radd ‘ala Ahlal- Zaig waal- Bida’, Istihsan al- Haudh fi ‘Ilm al- Kalam, dan Maqalat al- Islamiyyin wa Ikhtilaf al- Mushallin. Kitab- kitab Asy’ari tersebut berisi penolakan- penolakan terhadap pendapat [pemikiran] lawan- lawannya, terutama Mu’tazilah.
Al-Asy’ari seperti yang diceritakan al- Syahrastani memberikan sifat khas bagi Tuhan yang Esa itu dengan ungkapan al- qudrah ‘ala al- ikhtira’, kemampuan mencipta’ dan tidak ada yang turut berserikat dengan- Nya dalam hal itu. Siapa yang menganggap adanya partisipasi, berarti ia telah menduakan Tuhan, atau syirik.

Sabtu, 19 November 2011

pedagang sukses

Muhammad  Bin Abdulloh,sang panutan umat, tokoh terpopuler sepanjang masa,pembawa berkah bagi seluruh alam, kekasih Alloh, raja paling bijaksana, Jenderal perang paling pemberani, negarawan yang tak tertandingi, manusia suci, dan ... entah berapa gelar lagi yang mesti disematkan kepada beliau..... .Ketika akan menulis tentang Muhammad Rosululloh, jiwa dan raga ini merinding... .

Muhammad bin ‘Abdullāh adalah utusan Alloh, Nabi dan Rasul terakhir yang diturunkan ke muka bumi membawa misi penyelamatan umat manusia melalui aqidah islamiyyah. Kebesaran, kemurnian dan keagungan ajaran Beliau tak lekang oleh jaman, relevan sepanjang masa.

Tidak salah jika Michael H. Hart (Proffesor Astronomi, Fisika dan hukum Maryland University) menasbihkan Muhammad ya Rosululloh sebagai tokoh paling berpengaruh di muka bumi. Michael H. Hart, menjelaskan dalam buku larisnya yang berjudul “100 tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah” bahwa Muhammad adalah satu-satunya orang menuai keberhasilan spektakuler baik dalam pengembangan agama, pemerintahan dan segala bidang kehidupan duniawi. Dia memimpin bangsa terbelakang, terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran. Membahas Biografi Rosulluloh ilmu dan pengetahuan saya sangatlah terbatas. Tetapi disini akan saya coba dengan penuh kehati-hatian untuk menuliskannya walaupun sangat singkat dan banyak bagian,kisah,keteladanan, dan hal-hal yang terlewatkan.

Kelahirandan Masa Kecil 

Rosululloh Muhammad SAW dilahirkan tanggal 12 Robiul Awal tahun Gajah atau sekitar 20 April 570 Masehi di Kota Mekkah Saudi Arabia Putra Sayiddina Abdullah dan Ibunda Siti Aminah. Beliau dilahirkan di tempat paling terbelakang di dunia, tanah yang gersang, jauh dari pusat perekonomian, seni, maupun ilmu pengetahuan. Rosullulloh lahir dari keluarga sederhana, berasal dari suku Quraisy. Muhammad dapat diartikan terpuji. Ini dibuktikan dari julukan Al-amin (dapat dipercaya) yang disematkan masyarakat suku Quraisy sebelum beliau ditetapkan menjadi Nabi dan Rasul. 

Cobaan dan tempaan hidup terus mengalir sejak masa kanak-kanak, Bahkan sejak dalam kandungan. Ayahanda tercinta wafat takkala beliau dalam kandungan ibunda Siti Aminah, ketika dalam perjalanan dagang ke kota Yatsrib. Sayyidina Abdullah hanya meninggalkan lima ekor unta, sejumlah biri-biri dan budak perempuan bernama Ummu Aiman. Cobaan datang kembali saat beliau berusia 6 Tahun. Ibunda tercinta meninggal dalam perjalanan pulang dari ziarah ke makam Ayahnya (Abdullah). Rosul kemudian di asuh oleh kakeknya (Abdul Muthalib). Tidak lama kemudian sang kakek jug menyusul wafat. Rosul kemudian di asuh sang paman (Abu Thalib). Nabi SAW kemudian menjadi penggembala domba dan berdagang membantu pamannya di daerah Syam (sekarang Libanon, Palestina dan Suriah). 

Masa Remaja 

Kejujuran Nabi SAW dalam berdagang terkenal di seantero negeri, Beliau-pun menjadi seorang pedagang sukses hingga berkenalan dengan saudagar kaya Siti Khadijah. Siti Khadijah memiliki status tinggi di suku Arab dan sering mengirim barang dagangan ke daerah di wilayah Arab. Nama besar Nabi Muhammad dalam berdagang membuat Khadijah terpesona sehingga memintanya bekerjasama. Seiring waktu Nabi Muhammad dan Siti Khadijah akhirnya menikah. Saat itu usia Nabi Muhammad 25 tahun dan Siti Khadijah 40 tahun. Saat berusia 35 tahun, Nabi Muhammad dan suku Quraisy melakukan renovasi Ka’bah. Disini terjadi pertentangan besar mengenai pelatakan hajjar aswad. Dengan Kewibawaan, kebijaksanaan dan kepemimpinan beliau, perang terbuka dapat dihindari, dan hajjar aswad dapat diletakkan tanpa ada satu pihak yang dirugikan. Saat itu Nabi Muhammad sangat masyhur di masyarakat karena sifatnya yang terpuji. Masyarakat sangat mencintai dan menghormati Beliau sehingga memperoleh gelar Al-Amin yang artinya "orang yang dapat dipercaya". Pola kehidupan Nabi Muhammad amatlah sederhana, menyayangi orang miskin,janda, yatim piatu serta jauh dari sifat-sifat tercela seperti sombong, angkuh dan iri. 

Kenabian dan Kerasulan 

Nabi Muhammad di angkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama saat beliau bermeditasi di gua hira (Surah Al-Alaq). Sejak itu, Nabi Muhammad mulai mengembangkan ajaran Islam. Namun tentangan, cercahan, hinaan ancaman, bahkan rencana pembunuhan silih berganti datang. Cobaan untuk menegakkan aqidah Islamiyah kepada bangsa arab saat itu begitu berat, bahkan sang paman Abu Thalib- pun hingga meninggal tak pernah masuk Islam. Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya memperoleh pengikut di kalangan keluarga seperti Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Pada awal tahun 613 M, Nabi Muhammad mengumumkan secara terbuka tentang ajaran agama Islam. Tokoh-tokoh bangsa arab yang secara terbuka menjadi pengikut Muhammad antara lain Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits,Amr bin Nufail. Namun penentang Nabi amatlah banyak. Orang-orang yang masuk Islam mendapat hinaan,cercaan, siksaan, bahkan ancaman pembunuhan. Nabi kemudian memerintahkan pengikutnya hijrah ke Habsyah. Raja Habsyah, bersedia menerima orang-orang Islam pindah ke negaranya dan melindungi mereka dari ancaman suku Quraisy di Mekah. 

Pengikut Nabi Muhammad semakin bertambah ketika sekelompok masyarakat dari daerah Yatrib banyak yang bergabung masuk Islam. Nabi Muhammad kemudian diajak pengikutnya untuk hijrah ke Yatrib (Madinah). Nabi kemudian hijrah tahun 622 hijrah ke Madinah, menempuh jarak 200 mil (320 km). Sesampainya di Madinah Nabi mendapat sambutan hangat dari penduduk kota tersebut dan Islam berkembang pesat di Madinah hingga beliau mendirikan Masjid Nabawi. Madinah berkembang menjadi khalifah (pemerintahan) Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad. Kebebasan beribadah, perlindungan rakyat kecil, perlindungan terhadap agama lain, kebebasan berpendapat, pemerintahan yang adil semuanya di rasakan penduduk Madinah. 

Mengetahui perkembangan pemerintahan Islam di Madinah, suku-suku di Mekah kemudian khawatir dengan Islam. Mereka berulang kali mengadakan penyerangan ke Madinah, namun selalu gagal. Ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad adalah Jenderal perang paling mumpuni. Berbagai perjanjian damai juga dibuat antara pemerintahan Muhammad dengan suku quraish, namun sering dilanggar suku quraish. 

Nabi kemudian memutuskan untuk melakukan penaklukan terhadap Mekah dengna membawa 10.000 tentara dari madinah. Penduduk Mekah kemudian ciut nyalinya dan membuat perjanjian damai serta bersedia tunduk kepada Nabi muhammad tanpa pertumpahan darah. Nabi bersama umat Islam secara bersama-sama menunaikan ibadah haji dan memberikan pengampunan kepada penduduk Mekah serta menegakkan aturan-aturan Islam. 

Pada tahun-tahun berikutnya Islam terus berkembang sampai akhirnya Nabi Muhammad kemudian wafat di Madinah 8 Juni 632 Masehi di Madinah. Setelah beliau wafat, pengaruh Islam berkembang hingga mencapai daratan Eropa, Afrika dan berbagai wilayah di Asia dan sampai saat ini menjadi Agama terbesar di muka bumi.